Ingin Dilihat Menarik Adalah Karmadangsaku | Kontemplasi Akibat: Psikologi Suryomentaraman (Afthonul Afif)

"Itulah mengapa, rasa memiliki yang keliru adalah cerminan dari kemiskinan batin seseorang"

Awalan

Sejujurnya saya begitu kangen kembali kesini. Walau bukan penulis ulung, namun rasanya senang juga bila post tulisan sudah di-publish. Absennya tulisan disini karena semakin intensif giat (dan malasnya) saya terkait skripsi yang semakin mepet waktunya. Bukan hanya itu, sepertinya kebiasaan membaca Quora sudah mulai mengakar tiap pagi. Jadi saya meminta maaf pada diri sendiri karena abainya saya terhadap blog ini. 

Akhir-akhir ini, saya mulai lelah dengan aktivitas per-skripsian. Tidak disangka, walau optimisme menjulang tinggi, malas ternyata tetap mampir. Bukan hanya itu, burnout nampaknya ikut bertamu dalam relung hati. Oleh karenanya, rasa lelah tidak kunjung hilang ditelan waktu. 

Sembari berusaha membangun diri kembali, saya mulai kembali menuliskan list buku yang akan saya baca. Cukup banyak ternyata, sehingga pada hari itu saya memberanikan diri lari ke Gramedia. Awalnya, buku yang saya cari ialah buku resep teh. Namun entah sepintas terlihat ada buku Psikologi Suryamentaraman. Menariknya, saya pernah sekelebat baca blurb buku ini bookahoolic. Walaupun tidak ada dalam list buku incaran, seperti kawan lama tidak bertemu. Tidak ada keraguan untuk langsung ambil dan bayar.

Tengahan

Buku ini berisi 10 bab, namun saya bagi dalam 3 arc. Arc pertama membahas soal diri, pandangan diri dan kejernihan pikiran untuk bermawas diri. Pada arc kedua berisi tentang ilmu tentang kebersamaan diri, orang lain dan kuasa tuhan. Lalu pada arc terakhir adalah ilmu-ilmu praktis seperti pernikahan dan pengajaran anak.

Pada arc pertama, sekelebat memang sedikit menjelaskan terkait kesalahpahaman yang terjadi antara kawruh jiwa dengan ilmu klenik. Karena berlatar belakang Jawa pada masa itu ialah ngelmu yang dianggap sebagai ilmu roh dan sahabatnya. Sejatinya, saya amat kagum dengan Ki Ageng Suryomentaraman. Pasalnya, dalam tabrakannya dunia tradisional dengan modern, ia memilih melestarikan pandangan tradisional dengan sudut pandang yang kekinian. Sudut pandang yang dimaksud ialah membersihkan pandangan klenik yang maha ghaib dengan pandangan runut ala seorang pemikir. Kekaguman lain ialah, buku ini terbilang padat, namun dapat menjelaskan dengan baik lagi mudah diaplikasikan. Jika saya membuat pembanding, maka bandingan yang tepat adalah Fiosofi Teras karya Henry Manampiring. Walau buku Filosofi Teras lebih banyak dan berusaha memberi contoh yang rinci, nampaknya ke-efektif-an Afthonul Afif dalam menyampaikan kawruh jiwa berhasil membawa saya pada kesimpulan; bahwa banyak contoh bukan berarti lebih mudah dipahami. 

Dalam otak saya yang tidak mumpuni ini, barang klenik seperti setan, jimat sakti dan sahabatnya sudah tidak berfungsi lagi. Sehingga walau bukan menjadi lebih tercerahkan (pada hal ini), namun saya menjadi lebih tau bagaimana asal-usul kenapa ada yang berpikir demikian. Sedikit contoh, sebenarnya saya heran betul kalau dipikir, darimana hukum sebab akibatnya kalau bertapa di gunung bisa menghasilkan kekayaan. Ki Ageng menjelaskan, bisa jadi itu adalah akibat budaya klenik yang diajarkan turun temurun. Sehingga kejernihan pikiran tidak bisa didapatkan. Budaya yang dimaksud seperti, kalau susah makan, nanti ayam peliharan mati. Maka orang itu bisa menumbuhkan kepercayaan akan sesuatu yang sebenarnya bukan hal yang berhubungan. Ditambah, masyarakat kita gemar betul menakut-nakuti dalam mengajar anak. Seperti kalau keluar malam, nanti diculik kolong wewe. Padahal apa susahnya bilang kalau keluar malam, kejahatan bisa terjadi karena pada malam hari, orang-orang lebih banyak diam dirumah.

Yang membuat tersadar sebenarnya adalah bagaimana kita melihat sesuatu. Kawruh Jiwa membuat kita harus bisa melihat sesuatu secara jernih. Apa yang ditangkap sensoris, apa itu fakta dan apa itu tanggapan. Sebagaimana yang dimaksud adalah berikut, saya adalah pribadi yang tidak pemalu-pemalu banget. Terkadang, social anxiety muncul kala berada di tempat baru. Yang saya rasakan adalah ketakutan akan persepsi orang tentang saya. Saya yang terlihat newbie, tidak menarik lagi terlihat kere. Menurut Ki Ageng, semua yang terjadi dalam pikiran saya adalah tanggapan saya sendiri yang dilihat sebagai fakta sensoris. Tentu saja orang-orang memperhatikan saya karena baru datang, namun tidak ada judgment yang secara fakta terlihat bahwa mereka tidak suka saya. Hanya anggapan saya sendiri. Pola pikir demikian sebenarnya menyadarkan diri bahwa sering kali, kita hanya menyiksa diri kita sendiri. Terlihat bahwa saya memiliki rendah kepercayaan diri akibat mencampurkan anggapan dengan fakta. Penjernihan yang dimaksud oleh Ki Ageng berguna agar kita berpikir secara jernih. Walhasil, kejernihan pikiran ini akan memberikan ketentraman jiwa. 

Dalam arc ini juga dibahas tentang apa-apa saja yang menjadi kegemaran atau kramadangsa yang ada dalam jiwa manusia. Kramadangsa ini sebenarnya sangat mirip dengan ego milik Sigmund Freud. Terdapat 11 catatan yang mempengaruhi bagaimana kita melihat dan bereaksi terhadap dunia. Saya sendiri merasa memiliki kehormatan adalah catatan prioritas dibandingkan dengan yang lain. Hal ini barang tentu karena rendahnya kepercayaan diri sehingga, bila dipuji saya senang, bila dihina saya sedih. Dont judge book by its cover nampaknya memang akurat. Biar dikata orang saya bodo amat dengan hal terkait apapun, nyatanya dalam hati terdalam, hal-hal ini sering menjadi pikiran. 

Pada arc kedua, bab ini menjelaskan bagaimana menjadi manusia yang mendahulukan rasa orang lain. Bab ini menekankan ajaran kawruh jiwa yang berbeda dengan teori psikologi barat. Jika psikologi barat sangat tertuju pada diri sendiri, kawruh jiwa mengedepankan sama rasa dengan orang lain agar hidup berdampingan menjadi nyaman. Saya pikir inilah letak superiornya budaya jawa. Mengedepankan rasa orang lain dan berkompromi dengan keinginan pribadi dengan tujuan bersama adalah sesuatu yang dijunjung tinggi. Kebijaksanaan ajaran ini sangat mengena karena jika selama ini banyak buku self-improvement lari dalam pandangan diri, kawruh jiwa justru menekankan bahwa dengan perasaan sama, empati yang dibuat dengan tulus dapat membuat kita lebih mudah hidup dengan masyarakat. Dalam arc ini juga dijelaskan bahwa orang yang sembahyang adalah mereka yang sial. Bukan berarti Ki Ageng adalah seorang agnostik maupun atheis. Dalam pandangannya, motif menyembah seperti; sebagai ungkapan terimakasih, meminta-minta dan untuk mendapatkan kemuliaan abadi setelah mati, adalah hal yang salah. 

Pada arc terakhir, bab-bab nya menjelaskan bagaimana kita menjadi pribadi yang jernih dan menjernihkan. Dalam hal ini, pengajaran seperti pernikahan, mendidik anak dan pegangan hidup diajarkan. Beberapa contoh dalam mendidik anak sangat relevan dengan masyarakat saat ini. Contohnya selain yang disebutkan diatas, adalah menyalahkan sesuatu yang tidak tepat. Misal, saat anak jatuh, orang tua kerap memukul batu dan berkata "aduh batunya nakal, ini setan nih naro disini". Apa tidak geram jadi setan di Indonesia? Dalam arc ini juga Ki Ageng menegaskan bahwa dalam kehidupan, baiknya selalu berpegang pada ketabahan.

Akhiran

Buku ini banyak menjelaskan bahwa, pandangan hidup soal susah senang, enak dan tidak merupakan hal yang wajar dan selalu berubah. Bila dirasa hari ini berat, ketabahan yang dipegang dengan pikiran jernih akan melihat bahwa seperti kesenangan, kesulitan juga tiada yang abadi. Pandangan ini memang mirip dengan stoisisme. Bahwa semua ada dalam pikiran kita. Apa yang ada adalah sekarang dan ini. Bukan kemarin, bukan esok. Hingga pola pikiran ini akan membentuk ketangguhan tentang masa lalu, serta minim kekhawatiran tentang masa depan. Plus, lagi-lagi kelebihannya, yaitu tentang sama rasa yang mengutamakan orang lain agar senantiasa hidup berdampingan dengan nyaman.

Penutup

Selama kurun waktu pandemi ini, rasanya kita diajak untuk menaiki roller-coaster perasaan. Hal ini tidak lain karena perubahan mendadak sangat terasa dalam berbagai lini kehidupan. Saya pribadi, sekarang sangat sulit untuk konsisten terhadap target yang ditentukan. Namun saya berusaha untuk terus bergerak, sekecil dan sedikit apapun progres yang dibuat, akan selalu saya syukuri. Walaupun ini terlihat seperti rasionalisasi ego, tahap penjernihan rumit ini masih saya pelajari. Harapannya, segala kesulitan yang dirasakan akan dapat diterima, dan dijalani sebagaimana mestinya kita menyongsong hari esok nan cerah.

Komentar

  1. Membaca tulisan ini saya merasa seperti menemui teman lama yang baru kembali dari pengembaraan panjang. Tanpa ada niat menggurui, sharing dari "kerikil-kerikil" yang ditemukan selama perjalanan ikut mengajarkan saya banyak hal. Dengan bahasa yang sederhana namun tetap berbobot, saya merasa seperti diajak menonton rekaman perjalanan hebat penulis. Kejujuran dan kerendah hatian penulis dalam mengungkapkan perasaannya menjadi warna tersendiri yang bisa dibilang sukses "kawin" dengan bahan refleksi. Terus berkarya dan tetap menginspirasi!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf atas keteledoran saya, sekian lama baru terlihat. Terimakasih. Senang ada yang datang ke teras untuk sekedar menyapa. Saya harap kita bisa ngobrol lebih lama ya.

      Hapus
  2. Lucky Club Casino Site » Online Roulette for Real Money 2021
    Join Lucky Club Casino and get the best gaming luckyclub experience with up to $600 risk free welcome offer. Play roulette, blackjack, roulette and more!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Efektif Hilangkan Kebiasaan Buruk

Diam-Diam Ini Kian Meresahkan | Kontemplasi Akibat: Kemarau (A. A. Navis)